E-Mandiri

Lembayung Dalam Dekapan Angin

Oleh @I Made Aldy Putra Artana

Saat senja mulai merangkak perlahan, memperlihatkan nuansa langit dengan keindahan lembayung yang menakjubkan. Di tepi pantai yang sunyi, seseorang menatap cakrawala yang berubah warna. Seakan menggambarkan sebuah kisah lama yang tersusun kembali dalam memori. Hembusan angin laut berdesir lembut seakan membelai wajah dan memeluk raga yang rapuh dan lemah. Arga merasakan seolah-olah waktu sedang berhenti, kenangan-kenangan lama berputar kembali memenuhi kepalanya. Riuh tangisan ombak seakan menggambarkan kesedihan yang amat dalam. Gelombang ombak yang seolah menarik raga untuk tenggelam ke dalam kenangan yang berlalu.

Hari itu, bukan hanya tentang keindahan lembayung didepan mata. Semua mengenai keputusan yang menggantung mengenai kerinduan dan keberanian. Keputusan yang terus- menerus menggelayuti isi kepala. Tepat satu tahun yang lalu, di tempat yang sama. Dia bertemu dengan Tiara, seorang gadis cantik yang bisa mengubah pandangannya tentang cinta. Senyum Tiara masih terbayang dalam benaknya. Masih Arga ingat dengan sangat jelas apa yang terjadi ditempat itu. Kenangan yang kerap menyelinap ke dalam benaknya, meski kini mereka terpisah jarak dan waktu.

“Arga meskipun ini adalah keputusan yang berat, tapi kau tidak bisa terus begini,” suara Tiara terngiang, saat mereka duduk menikmati keindahan lembayung senja di tepi pantai itu. Saat itu, Arga hanya bisa menunduk tak ada satupun kalimat yang bisa keluar dari mulut pria itu, meski hatinya terus memberontak bak tak setuju takdir yang menimpa mereka. Dia tak ingin kehilangan Tiara, gadis cantik yang telah menemaninya selama setahun terakhir. Meskipun mereka tahu, ada impian yang lebih besar sedang menunggu mereka didepan sana. Tiara harus melanjutkan studinya keluar negeri, sementara Arga harus bertanggung jawab melanjutkan bisnis keluarganya diluar kota.

Sejak saat itu, Arga selalu berusaha tegar. Mencoba melupakan Tiara, namum bayang- bayang perempuan itu terus mengikutinya, seperti lembayung yang tak pernah pudar diujung senja. Meskipun Arga sibuk menjalankan bisnis keluarganya diluar kota, dia selalu menyempatkan diri untuk berkunjung ke pantai itu, selalu mengharapkan bisa merasakan kembali pelukan hangatnya. Pada saat ini, dengan langit yang dihiasi lembayung dia harus membuat pilihan.

“Kenapa sulit sekali, ya? Gumam Arga sambil mengusap wajahnya.”

 

“Apakah cinta memang seperti ini? memaksa seseorang yang sudah saling mencintai untuk berpisah karena keadaaan.” pikir Arga dalam benaknya.

Dengan mata yang berkaca-kaca, Arga kembali menatap lembayung senja. Satu- satunya hal yang bisa membuatnya tenang. Deru suara ombak menghantam bebatuan, Kicau burung yang terbang kesana kemari. Menjadikan instrumen indah yang diciptakan oleh alam. Pantai itu akan menjadi saksi atas keputusan Arga pada senja itu.

“Kamu memang masih sama seperti dulu, yaa”

“Tidak pernah bercerita kepada siapapun tentang masalah yang kamu hadapi,” ujar seorang gadis cantik yang berdiri dibelakang pria itu.

Suara yang familiar terdengar menyapa pria itu, membuyarkan lamunannya. Dengan harapan yang sangat besar Arga menoleh ke sumber suara yang menyapanya. Dengan raga yang bergetar hebat Arga segera beranjak dari duduknya. Matanya terlihat berkaca-kaca menatap seorang gadis cantik yang sangat ia kenal. Hembusan angin seraya memainkan rambut gadis itu, cahaya lembayung menyinari wajahnya yang sangat cantik. Senyuman gadis itu membuat Arga tertegun, seraya waktu berhenti berjalan. Tak ada satupun kalimat yang bisa terucap dari bibir pria itu. Tepat sekali gadis cantik yang menyapa Arga ialah Tiara. Kekasihnya sekaligus orang yang sangat dia cintai, Arga masih terdiam menatap Tiara. Seolah kenangan- kenangan yang telah mereka lalui berputar dalam kepalanya.

“Apakah ada sesuatu diwajahku, sehingga membuat kamu menatapku seperti itu?” ucap Tiara memecah keheningan pada sore itu.

“Tiara?” panggil Arga dengan perlahan.

Gadis itu tersenyum menatap Arga dengan kebingungan. “Arga… Sudah lama ya?” suara lembut, namun ada kekosaongan yang terasa.

Arga segera mengusap air matanya, raut pucat diwajahnya seketika berubah menjadi senyuman yang tulus. “Tiara kamu kembali?” jawabnya pelan. Ada banyak sekali perasaan yang berbaur dalam hatinya, rindu, bahagia, namun juga canggung.

“Iyaa aku pulang Arga, tak terasa sudah setahun lamanya aku tidak mengunjungi tempat

ini.”

Mereka berdua duduk di pinggir pantai, menikmati hembusan angin yang menerpa lembut wajah mereka. “Aku kira kamu tidak akan pernah kembali,” ujar Arga membuka percakapan, mencoba menyembunyikan kegugupannya.

 

Tiara menundukkan kepala, memainnya rambutnya yang menari karena hembusan angin. “Aku harus pergi untuk melanjutkan studiku keluar negeri, sesuatu yang aku putuskan sebagai bekal masa depanku, Arga. Tapi ternyata aku salah, dunia luar tak seindah yang aku pikirkan. Dunia ini sangat berat, apalagi tanpa ada rumah untuk mengungkapkan keluh kesah yang aku rasakan. Aku kira ini merupakan pilihan yang terbaik, memilih untuk melupakan kenangan-kenangan yang telah kita buat selama ini. Ternyata aku salah, aku tak bisa melupakanmu. Semua yang kita lalui bersama, terus terbayang dalam pikiranku. Seperti ada sesuatu yang hilang dalam diriku.”

Arga mendengarkan Tiara dengan saksama. Ia mengangguk pelan, “Aku paham Tiara, aku juga merasakan perasaan yang sama. Aku juga hampir menyerah dengan ujian yang sedang menimpa kita. Aku selalu datang ke tempat ini, karena di sini aku menemukan kedamaian, tempat yang senjadi saksi bisu atas pertemuan dan kenangan-kenangan yang kita ukir bersama. Tiara aku tidak ingin benar-benar berpisah denganmu.”

“Arga sebenarnya ada alasan kenapa aku kembali, aku tau kamu masih menungguku di tempat ini. Setiap langkah yang aku ambil menjauh, semakin kuat bayanganmu dalam benakku. Aku malu mengakuinya, tapi aku menyesal sudah meninggalkanmu. Seakan aku tidak diizinkan untuk berpisah denganmu. Ragaku terus berjalan, tapi hatiku memberikan penolakan yang teramat besar.”

Arga terdiam, tak tau harus berkata apa. Hatinya sangat tersentuh atas pengakuan dari Tiara, berbagai perasaan membanjiri hatinya. Semua emosi yang dia miliki seakan datang serentak dan menyatu dalam hatinya. “Aku mengerti Tiara, aku juga tidak bisa melupakanmu. Setiap senja aku selalu datang ke tempat ini, selalu berharap bahwa engkau akan kembali. Tempat ini satu-satunya yang mengingatkan ku tentang dirimu.”

Tidak ada kata terlambat di dunia ini, semua hal masih bisa diperbaiki. “Aku akan selalu menunggumu sampai kapanpun itu,” ucap Arga. Hembusan angin membawa keheningan yang penuh dengan makna. Lembayung di langit semakin redup, malam mulai turun perlahan. Dalam pelukan angin senja itu, mereka seakan mendapatkan kembali jati diri mereka yang telah hilang. Tak ada kata-kata yang perlu di ucapkan, semua telah terucap dalam diam. Malam itu mereka duduk di tepi pantai. Menikmati cahaya lembayung yang mulai redup. Mereka tahu perasaan mereka tetap ada, masih hangat dan nyata, seperti lembayung yang akan selalu kembali setiap senja.

E-Mandiri

Jl. Kampus Bukit, Jimbaran, Kec. Kuta Sel., Kabupaten Badung, Bali 80364
@redaksimandiri Persma Mandiri PNB
UKM Jurnalistik @2022, All Right Reserved